Berita Terbaru - Fragmen kecil pigmen berlapis lazuli ditemukan di gigi fosil seorang wanita abad pertengahan. Penemuan ini membuat ilmuwan berasumsi tentang sejarah penulisan buku pada masa itu.
Lapis lazuli adalah batu permata langka yang bernilai tinggi sejak zaman kuno karena warna birunya. Batu ini ditambang dari Provinsi Badakhshan, Afganistan, selama lebih dari 6.000 tahun.
Menurut situs berita terbaru, dalam laporan ScienceAlert, 10 Januari 2019, fragmen batuan tersebut tersembunyi di dalam plak gigi perempuan paruh baya yang dimakamkan di biara wanita di Jerman pada tahun 1000-1200 M. Dari fakta ini, peneliti menemukan petunjuk yang mengungkap banyak hal tentang tinta ultramarine berwarna biru dan sejarah zaman abad pertengahan.
Setelah menganalisis fosil, ilmuwan dari University of York dan Max Planck Institute berpikir wanita misterius ini mungkin seorang pelukis atau penulis berpengalaman dari teks-teks agama yang kaya iluminasi.
"Berdasarkan distribusi pigmen di mulutnya, kami menyimpulkan bahwa skenario yang paling mungkin adalah ia sedang melukis dengan pigmen dan menjilati ujung kuas saat melukis," jelas Monica Tromp, seorang ahli mikrobioarchaeologist di Institut Max Planck, anggota peneliti.
Para penulis mengungkap bahwa ini merupakan bukti langsung paling awal bahwa wanita beragama di Jerman menggunakan pigmen ultramarine.
Ratusan tahun lalu, lapis lazuli umumnya digiling dan dimurnikan, menciptakan pigmen ultramarine yang cemerlang.
Setelah ditambang dari Afghanistan, lapis lazuli diperdagangkan di seluruh Eropa dan Asia. Barang mewah ini sangat mahal, dan hampir secara eksklusif disediakan untuk naskah paling bernilai tinggi, oleh ahli tulis dan pelukis yang luar biasa.
Kesimpulan penulis didukung oleh semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa wanita religius di Jerman dan Austria memainkan peran yang sangat aktif dalam produksi buku.
Bahkan, beberapa sejarawan sekarang berpikir bahwa wanita di wilayah ini bekerja sebagai ahli Taurat dan ilustrator pada awal abad ke-8.
Sebuah komunitas biarawati di biara di Salzburg, misalnya, menyalin lebih dari 200 buku yang dari koleksi abad ke-12. Dan seorang penulis wanita lajang yang tinggal di Bavaria abad ke-12 diperkirakan telah menghasilkan lebih dari 40 buku.
Hal itu setidaknya mematahkan anggapan bahwa juru tulis wanita kerap tidak terekspos jelas dalam catatan sejarah.