Sebuah gereja di atas bukit hijau di Wina, dengan mencolok. Gereja bernama resmi Kirche Zur Heiligsten Dreifaltigkeit (Gereja Tritunggal Mahakudus), terlihat seperti lempengan balok-balok beton berserakan yang dirangkai menjadi satu. Namun kebanyakan orang hanya tahu itu sebagai Gereja Wotruba dan jelas bukan gereja alien.
Kapel modernis itu dibangun oleh arsitek visioner di balik penciptaannya, Fritz Wotruba. Arsitek yang juga pematung itu, mulai membangunnya pada tahun 1974. Bangunan aneh di masanya itu, terinspirasi oleh Katedral Chartres yang berarsitektur gotik yang rumit.
Gereja itu dibangun di lokasi bekas barak pasukan Nazi, dengan memanfaatkan 152 balok beton, yang ditumpuk seperti menara jenga – permainan susunan balok yang ditarik hingga runtuh.
Bangunan itu kian unik, karena penempatan jendela yang tak beraturan di antara balok-balok beton. Interior gereja ini tak seunik eksteriornya. Di dalamnya terdapat kursi-kursi sederhana dan kitab Mazmur seragam terselip di punggung kursi. Bila dindingnya teratur, mungkin orang-orang menganggap gereja biasa. Tapi ingat, ini adalah Gereja Wotruba, dengan dinding yang bergejolak.
Sayangnya Wotruba tidak bisa menikmati keindahan gereja buatannya. Ia meninggal dunia pada 1975 saat gereja dalam kondisi setengah jadi. Sementara Gereja Wotruba selesai dengan sempurna pada 1976.
Bila gereja-gereja ikonik nama perancangnya menguap di bawah nama besar gereja, tidak dengan Wotruba. Namanya, terpatri di gereja itu mengalahkan nama resminya: Gereja Tritunggal Maha Kudus.
Gereja ini mungkin antimainstream, karena bentuknya memadukan antara menara jenga atau mirip Stonehenge yang dibangun alien. Namun, masuk di dalamnya, Anda akan merasakan ketenangan yang diciptakan oleh interiornya.