Kehadiran media sosial dalam 10 tahun belakangan ini telah memberi dampak besar bagi kehidupan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Namun, tak bisa dipungkiri pemain media sosial yang memiliki banyak pengikut (follower) memberi pengaruh besar terhadap isu yang sedang berkembang.
Sayangnya, tidak semua pemain media sosial bijak menggunakan akun mereka. Beberapa akun yang memiliki banyak follower justru telah memberi pengaruh negatif yang tidak patut dicontoh publik, meski tidak semua berlaku demikian.
Nadya Hutagalung, misalnya, sebagai publik figure, ia paham betul sosok dirinya menjadi perhatian dan cukup memberi pengaruh terhadap mereka yang menjadi follower-nya. Untuk itu, bijak bermedia sosial menjadi prinsip yang harus ia jalani.
"Dalam melakukan apa pun kita harus punya motivasi yang benar. Kalau ada motivasi yang tidak benar, nggak mungkin kita bisa jalani terus. Jalan yang saya pilih dalam bekerja dan bermedia sosial harus yang membawa dampak kebaikan. Untuk menjaga prinsip itu, banyak pekerjaan yang saya tolak karena tidak sesuai," ucap Nadya Hutagalung saat konferensi pers Sosial Media Week (SMW) 2019 baru-baru ini di Jakarta.
Sebagai influencer di media sosial, Nadya Hutagalung memutuskan untuk konsern terhadap isu lingkungan hidup. Untuk itu, semua hal yang sekiranya dapat menggangu tujuannya melakukan kebaikan terhadap lingkungan, tidak bisa ia kerjakan.
"Saya bekerja sama dengan United Nation (UN). Dalam organisasi itu, saya sebagai Environment Ambassador. Untuk mencapai tujuan-tujuan dari pekerjaan yang harus saya selesaikan, saya butuh dukungan banyak orang. Nah, di situlah saya membutuhkan follower saya," papar Nadya.
Melalui akun media sosial yang dimilikinya, mantan VJ MTV ini banyak memposting segala sesuatu yang berkaitan dengan isu lingkungan. Ia mencoba berbagi inspirasi dan mengajak follower-nya mendukung suatu gerakan atas isu tertentu yang menyangkut kepentingan banyak orang.
"Saya ini seorang ibu, saya punya anak. Kalau saya hanya memikirkan makan, mandi, mainan, dan sekolah mereka, siapa yang memikirkan masalah kelestarian lingkungan dunia," bebernya.
Jadi masalah lingkungan ini, menurut Nadya, bukan hanya untuk anak-cucu pada masa depan. Tetapi semua orang di dunia hari ini.
"Orang-orang bilang untuk anak cucu kita. Bukan. Orangtua saya di Sumatera Utara, sedang mengalami masalah yang berasal dari lingkungan. Cuaca panas, kebakaran hutan, kekeringan air, dan sebagainya. So, isu lingkungan bukan untuk masa depan saja, tapi juga sekarang," imbuhnya.