Artikel kali ini akan merangkum tips atau cara menghindari penipuan berkedok layanan di media sosial. Berdasarkan sumber terpercaya, Kompastekno , penipuan siber ini selalu punya cara terbaru untuk mengecoh calon korbannya.
Pelaku kejahatan siber selalu menemukan celah baru untuk menjebak korban. Kali ini muncul modus baru, yakni menggunakan akun Twitter layanan pelanggan abal-abal.
Biasanya, penipu membuat akun yang sangat mirip dengan akun aduan resmi untuk mengecoh calon korban. Di Twitter misalnya, akun abal-abal itu akan mencari twit berisi keluhan, kemudian merespons twit tersebut dan menyamar sebagai akun lembaga resmi.
Kejadian ini pernah menimpa seorang pengguna Twitter bernama Kiki, ketika mengadukan layanan BPJS lewat akun @BPJSKesehatanRI di Twitter. Tiba-tiba, akun gadungan @BpjsRi ikut merespons keluhannya dan menawarkan proses laporan via WhatsApp.
Setelah berhasil menarik korban, penipu lalu menggiringnya untuk meminta kode OTP, mengirimkan foto kartu ATM, hingga akhirnya bisa menguras isi rekeningnya.
Praktisi keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengatakan, para penipu saat ini lihai memanfaatkan aduan korban, dengan menggunakan nama akun yang sangat mirip dan terlihat meyakinkan.
Menurut harian artikel terbaru, penipuan ini bisa dicegah. Ada beberapa tips yang bisa digunakan ketika ingin melakukan aduan lewat media sosial agar terhindar dari kejahatan tersebut.
1. Cermati akun
Seperti dikatakan Alfons, para penipu menggunakan username akun yang sangat mirip dengan akun resmi dari lembaga yang ditirunya. Bukan hanya nama, melainkan foto profil dan gaya bahasa juga dibuat semirip mungkin agar korban terjebak.
Untuk itu, ada baiknya mencermati dulu akun yang akan dikirimkan aduan, baik via sebutan (mention) atau pesan langsung (DM). Carilah akun yang terverifikasi yang ditandai dengan centang biru.
2. Jangan terkecoh akun yang mirip
Jangan terkecoh akun tiruan. Perhatikan lagi username, foto profil, dan gaya bahasa yang digunakan. Biasanya, akun layanan pelanggan resmi akan mengarahkan pelapor ke pesan langsung untuk proses aduan atau menghubungi layanan call center.
Apabila diarahkan lewat aplikasi perpesanan lain, seperti WhatsApp atau Telegram, anda patut curiga.
3. Jangan berikan OTP atau foto kartu ATM
Penipu biasanya akan menjebak korban lalu meninta kode OTP untuk mengakses aplikasi mobile banking. Mereka juga tidak segan meminta korban untuk mengirimkan foto kartu ATM.
Namun, pelanggan diimbau agar tidak memberikan informasi tersebut ke siapapun. Penyedia layanan resmi tidak akan meminta kode OTP atau meminta transfer untuk keperluan apapun.
Menurut Alfons, lembaga penyedia jasa seharusnya sudah memiliki data tentang pelanggannya dan tidak perlu meminta ulang.
"Harusnya penyedia jasa memiliki akses pada informasi-informasi tersebut," kata Alfons.
4. Jangan asal transfer
Ada seribu cara penipu untuk menghasut korbannya agar melakukan transfer. Namun permintaan itu harus ditolak.
Sebab, lembaga resmi biasanya tidak menarik biaya apapun saat pelanggannya mengajukan aduan.
"Kami sama sekali tidak menarik biaya apapun untuk proses administrasi dll," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma'ruf, dalam tanggapannya atas kasus penipuan yang dialami Kiki.
Ada baiknya ketika menerima telepon dari pihak yang mengaku dari lemaga penyedia jasa resmi, korban ditemani satu orang dekat lain. Sebab, tak jarang para penipu menghasut bahkan menghipnotis korban agar mau menuruti permintaan transfer.
Sumber : KompasTekno